BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarah
Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di lingkungan umat islam,
yang antara satu sama lain bertentangan fahamnya secara tajam yang sulit untuk
diperdamaikan, apa lagi untuk dipersatukan.
Hal ini sudah
menjadi fakta dalam sejarah yang tidak bisa di rubah lagi, dan sudah menjadi
ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab agama, terutama dalam kitab
ushuluddin
Barangsiapa
yang membaca kitab-kitab ushuluddin akan menjumpai didalamnya
perkataan-perkataan: Syi’ah,Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah,
Ahlusunnah wal Jamaah (sunny), Mujassimah, Bahaiyah, Ahmadiyah, Wahabiyah dan
lain-lain.
Diantara
banyak persoalan dalam terbentuknya faham-faham tersebut, salah satunya adalah
ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi Perang
Siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim. Sikap ali yang menerima tipu
muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak Muawiyah dalam tahkim, sungguhpun
dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat
bahwa persoalan itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Putusan hanya datang
dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran. La Hukma
Illa Lillah (tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau La Hukma Illa Allah
(tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka. Mereka memandang
Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga mereka meninggalkan barisannya.
Dalam sejarah islam, mereka terkenal dengan nama Khawarij, yaitu orang yang
keluar dan memisahkan diri.
Kami selaku
pemakalah akan membatasi topik seputar sejarah, pokok-pokok ajaran,
tokoh-tokoh, dan sekte-sekte kaum Kawarij dan Murji’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mazhab
Khawarij
a.
Sejarah
Mazhab Khawarij
Secara
etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti
keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi ini
pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat
islam.
Adapun
yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima tahkim,
dalam Perang Siffin pada tahun 37 H/ 648 M, dengan kelompok Bughat
(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan Khalifah. Kelompok
khawarij pada awalnya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar
karena Ali merupakan khalifah yang sah, sementara Muawiyah berada dipihak yang
salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi
Khawarij, pihak Ali hamper memperoleh kemenangan pada peperangan itu tetapi
karena Ali menerima tipu daya licik ajakan Muawiyah, kemenangan yang hampir
diraih itu menjadi raib.[1]
Mulanya
Ali tidak hendak menerima ajakan ini, karena hal ini sudah diduga suatu musihat
dalam peperangan. Tapi karena desakan dari sebagian pengikutnya, dengan sangat
terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan
peperangan. Setelah itu keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya
sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah
pengganti Ali. Hal ini sangat mengecewakan orang-orang khawarij. Mereka
mengadakan semboyan “La hukma illa lillah”! (tak ada hukum kecuali dari Tuhan).
Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung
menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawarij disebut dengan nama Hururiah.
Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah artinya yang mengorbankan diri.[2] Hal ini mereka ambil dari ayat:
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang
mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun
kepada hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 207)
Dengan
arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok khawarij
ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka
mengangkat seorang pemimpin yang bernama Abdullah bin Wahab Ar-Rasyidi.
b.
Pokok—pokok
Ajaran Khawarij[3]
Diantara
ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah berikut ini.
1.
Khalifah
harus dipilah secara bebas oleh seluruh umat islam
2.
Khalifah
tidak harus berasal dari keturunan arab. Dengan demikian setiap orang muslim
berhak menjadi khalifah apabila telah memenuhi syarat
3.
Khalifah
dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman
4.
Khalifah
sebelum ali (abu bakar, umar dan utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun
ketujuh dari masa kekhalifahannya, utsman r.a. dianggap telah menyeleweng
5.
Khalifah
ali adalah sah tetapi setelah terjadi tahkim, ia dianggap telah menyeleweng
6.
Muawiyah
dan amr bin al-ash serta abu musa al-asyari juga dianggap menyeleweng dan telah
menjadi kafir
7.
Pasukan
Perang Jamal yang melawan ali juga kafir
8.
Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang
sangat anarkis lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir
apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan
resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula
9.
Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (Negara musuh),
sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-islam (Negara
Islam)
10.
Seseorang
harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
11.
Adanya
wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surge sedangkan orang yang jahat
harus masuk ke dalam neraka)
12.
Amar
ma’ruf nahi munkar
13.
Memalingkan
ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasyabihat (samar)
14.
Quran
adalah makhluk
15.
Manusia
bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.
c.
Tokoh-tokoh
kaum Khawarij
Gerakan Kawarij menjadi
bercabang dua: satu bermarkas di sebuah negeri bernama Bathaih yang menguasai
dan mengontrol kaum Khawarij yang berada di Persia dan satu ladi di Kiraman
untuk daerah-daerah sekeliling Iraq.
Cabang yang kedua di Arab
daratan yang menguasai kaum Khawarij yang berada di Jaman, Hadharamaut dan
Thaif.
Cabang Bathaih dikepalai
oleh Nafi’ bin Azraq, dan Qathar bin Faja’ah, sedang cabang di daerah Arab dikepalai
oleh Abu Thaluf, Najdah bin ‘Ami dan Abu Fudaika. Pemimpin-pemimpin Khawarij
yang lain adalah:
1. Urwah bin Hudair
2. Najdah bin Uwaimir
3. Mustaurid bin Sa’ad
4. Hautsarah al Asadi
5. Quraib bin Marrah
6. Nafi’I bin Azraq
7. Najdah bin Amir
8. Ubaidillah bin Basyir
9. Zuber bin Ali
10. Qathari bin Fujaah
11. Abdu Rabbih. Dll
d.
Sekte-sekte
Khawarij[4]
Al-Malathi
(377 H/987 M) ulama yang kitabnya merupakan sumber paling tua tentang
aliran-aliran Islam, dan membagi aliran Khawarij dalam sekte-sekte berikut:
Pertama:
Al-Muhakkimah, yaitu orang yang hilir mudik di
pasar-pasar dengan pedang terhunus lalu mengumpulkan orang banyak dan
mengumandangkan dengan semboyan mereka yang terkenal itu, “La Hukma Illa
Lillah”. Untuk mempertahankan akidah mereka itu, mereka meyakini bahwa tidak
dibenarkan bertahkim kepada siapa pun dalam urusan agama kecuali kepada Allah semata.
Mereka mengkafirkan setiap orang yang melakukan kemaksiatan dan orang-orang
yang menentang paham mereka.
Kedua: Al-Azariqah
dan ‘Umariyah, yakni para pengikut ‘Abdullah Ibnu al-Azraq. Syeikh al-Kautsari
memberi koreksi nama yang benar untuk orang ini nama yang benar untuk orang
ini, yakni Nafi’ Ibn al-Azraq, dan para pengikut ‘Umar Bin Qatadah. Kelompok
ini beranggapan tentang bolehnya menumpahkan darah kaum muslimin, tidak
menjarah harta dan menawan anak-anak kecil mereka, serta berkeyakinan bahwa orang
yang melakukan kemaksiatan itu adalah kafir. Selain itu, mereka menyatakan
tidak bertanggungjawab terhadap persoalan yang berkaitan dengan Utsman dan Ali,
tetapi mengakui keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar. Mereka ini tergolong
orang-orang wara’, ahli berijtihad, tekun beribadat kepada Allah siang dan
malam.
Ketiga:
para pengikut Syabib al-Khariji yang memberontak terhadap al-Hajjaj bin Yusuf.
Mereka tidak pernah menghalalkan apa yang di haramkan oleh Allah, kecuali
terhadap apa yang ada pada diri al-Hajjaj bin Yusuf dan anak buahnya saja.
Keempat:
An-Najdiyah atau An-Najadat, yakni para pengikut Najdah al_Haruri. Mereka
kelompok yang mengkafirkan ulama Salaf dan Khalaf.
Kelima:
Al-Abadhiyah, yakni pengikut Abadh bin ‘Amr. Secara umum, mazhab ini sesuai
dengan keyakinan Sunni karna pengakuan mereka bahwa Al-Quran dan Sunnah Rasul
itu merupakan dua sumber ilmu keagamaan. Perbedaannya hanya terletak pada
pendapat tentang ra’yu (penggunaan rasio) bukan pada ijma’ dan qiyas.
Keenam:
Ash-Shafriyyah, para pengikut Al-Muhallab bin Abi Shafrah. Syeikh Al-Kautsar
mengkoreksi dengan nama yang benar, yakni Ziyad Ibn Al-Ashfar. Mereka juga
orang yang memberontak terhadap Al-Hajjaj, tapi mereka tidak pernah melakukan
apa yang di lakukan oleh pengikut Syabib Al-Khariji (golongan ketiga).
Ketujuh:
Al-Haruniyah, mereka melontarkan caci maki ke alamat orang muslim, menjarah
harta, memperkosa, serta hanya berpegang pada al-Quran sebagai dasar hukum,
tanpa pernah menyebut-nyebut Sunnah Rasul sama sekali.
Kesembilan:
Ash_Shalatiyyah, pengikut Ash-Shalat bin Utsman. Mereka memiliki pandangan,
akidah dan syariah yang sama dengan sekte Khawarij yang disebutkan sebelumnya.
Mereka adalah sekte yang paling berbahaya karena mereka banyak melakukan pembunuhan
dimana pun mereka berada.
Kesepuluh:
Asy-Syarrat, sekte Khawarij yang mengkafirkan para pelaku dosa baik dosa besar
maupun dosa kecil, bagi mereka kemaksiatan dinyatakan sebagai kakafiran
terhadap nikmat Allah dan bukan kafir yang bersifat musyrik.
B.
Mazhab Murji’ah
a.
Sejarah
Berdirinya Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang berarti
penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti memberi
harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di
belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh
karna itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang
yang bersengketa, yaitu Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari
kiamat kelak.
Murji’ah lahir pada permulaan abad ke I hijriyah setelah
melihat hal-hal dibawah ini:[5]
1.
Kaum
Syi’ah menyalahkan, bahkan mengkafirkan orang-orang yang merebut pangkat Kholifah
dari Syaidina Ali Kw.
2.
Kaum
Khawarij menghukum kafir Khalifah Muawiyah dan pasukannya karena melawan pada
khalifah yang sah yaitu Syaidina Ali Kw. Begitu juga kaum khawarij menghukum
kafir ali dan pengikutnya karena menerima”tahkim” dalam”Perangan Siffin”
3.
Kaum
Muawwiyah menyalahkan orang-orang pihak Ali, karena memberontak melawan Khalifah
Utsman bin Affan rda.
4.
Sebagian
pengikut Ali mengatakan salah sikap ummulmukminin Siti ‘Aisyah rda, sikap para
sahabat Thalhah dan Zubair yang menggerakkan perlawanan terhadap Ali sehingga
terjadi apa yang dinamakan “Perang Jamal”
Pada
ketika yang gawat itu lahirlah sekumpulan umat Islam yang menjauhkan diri dari
pertikaian, yang tikad mau ikut menyalahkan orang lain, tidak ikut-ikut
menghukum kafir atau menghukum salah, tidak mau mencampuri persoalan,
seolah-olah mereka mau “pangku tangan” saja.
Jika
ada suatu masalah dan ditanyakan kepada mereka,mereka menjawab semua masalah
mereka tangguhkan sampai kehadirat tuhan yang akan memberikan hukuman yang
adil. Mereka tidak melahirkan apa-apa dan mereka berpangku tangan saja.
Kaum
Murji’ah pada mulanya hanya membenci soal-soal siasat, soal-soal politik dan
Khalifah, tetapi kemudian membentuk suatu mazhab dalam ushuluddin, membicarakan
soal iman, tauhid dan lain-lain
Pemimpin
dari kaum Murji’ah ini adalah Hasan bin Bilal al-Muzni, Abu Salat as Samman,
Tsauban, Dhirar bin Umar. Penyair mereka yang terkenal pada masa Bani Umayyah
adalah Tsabit bin Quthanah, yang mengarang sebuah syair tentang i’tiqad dan
kepercayaan kaum Murji’ah.
b.
Pokok-pokok Ajaran Murji’ah
Ajaran
Murji’ah bersumber dari gagasan, yang diaplikasikan dalam persoalan politik dan
teologi. Di bidang politik diimplementasikan dengan sikap politik netral atau
nonblok, yang hampir selalu di ekspresikan dengan sikap diam. Di bidang teologi
persoalan yang ditanggapi mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan, tauhid, ,
hukuman atas dosa, ada yang kafir dikalangan generasi awal islam, tobat,
hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan tuhan.
Inti
ajaran Murji’ah mengenai penangguhan hukuman dan iman. Iman menurut Murji’ah:
1.
Mengakhirkan,
yaitu mengakhirkan amal dari iman.
2.
Memberikan
raja’ (harapan). Mereka mengatakan dengan adanya iman maka maksiat tidak
membahayakan. Sebagaimana ketaatan itu tidak bermanfaat dengan adanya
kekufuran.[6]
3.
Menurut
kelompok Murji’ah, iman merupakan satu bagian dan tidak terbagi-bagi
4.
Iman
hanya satu bagian, maka iman tidak bertambah dan tidak berkurang
5.
Tidak
boleh berkata “insya Allah” dalam menyatakan keimanan. Karena berarti
menunjukan keragu-raguan. Bahkan sebagian kaum Murji’ah mengkafirkan orang yang
melakukannya.
6.
Murji’ah
berpendapat bahwa amalan anggota badan tidak termasuk iman.
7.
Mereka
berpandangan tidak ada kekufuran yang terjadi pada anggota badan. Begitu pula
perbuatan maksiat tidak mengkeruhkan kemurnian iman.
c.
Tokoh-tokoh Murji’ah
· Jahm bin Shufwan
· Abu Musa Ash-Shalahi
· Yunus As-Samary
· Abu Samr
· Abu Tsauban
· Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy
· Al-Husain bin Muhammad An-Najr
· Abu Haifah An-Nu’man
· Muhammad bin Syabib
· Muadz Ath-Thaumi
· Basr Al-Murisy
· Muhammad bin Karam As-Sijistany
d.
Sekte-sekte dalam Murji’ah[7]
· Jahmiyyah, kelompok Jahm bin Shafwan.
Berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan
kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu
bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
· Shalihiyah, kelompok Abu Hasan
Ash-Shalihi. Berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan, shalat bukan
merupakan ibadah kepada Allah. Yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam
arti mengetahui tuhan. Pegitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah,
melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
· Kelompok ketiga ini adalah pengikut Yunus
As-Samary, di mana mereka beranggapan iman itu pengenalan terhadap Allah, patuh
atas-Nya, tidak bersikap sombong terhadap-Nya dan mencintainya. Kalau hal ini
terhimpun pada diri seseorang, maka dia pun disebut orang mukmin. Bahkan iblis
pun mengenal Allah menurut anggapan mereka, tetapi toh dia disebut kufur karena
bersikap sombing terhadapnya. Jika seseorang melanggar salah satu dari hal di
atas maka mereka akan menyebut orang tersebut kafir.
· Kelompok keempat ini, Syamriyah ialah para
pengikut Abu Samr dan Yunus di mana mereka beranggapan bahwa iman itu
pengenalan terhadap Allah, patuh atas-Nya, mencintai-Nya sepenuh hati dan
menyatakan ikrar bahwa Dia itu Esa tanpa sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Maka
mereka itu beranggapan iman itu ialah menyatakan dan membenarkan semua hal ini,
sementara pengenalan terhadap sesuatu yang didatangkan Allah termasuk iman.
· Kelompok kelima ini, Tsaubaniyyah ialah
pengikut Abu Tsauban. Mereka beranggapan bahwa, iman itu menyatakan ikrar
kepada Allah, rasul-Nya, terhadap apa pun yang wajib secara akal untuk tidak
diperbuat. Karena itu iman, menurut anggapan mereka, bukanlah sekedar mengenal
Allah semata.
· Kelompok keenam ini, Najariyah ialah para
pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr. Mereka beranggapan bahwa, iman itu
pengenalan terhadap Allah, rasul-Nya dan menyatakan ikrar secara lisan. Karena
itu kalau seseorang tidak mengenal semua itu ataupun mengenalnya tanpa ikrar
niscaya dia pun disebut sebagai orang kafir.
· Kelompok ketujuh ini, Ghailaniyyah ialah para
pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy. Mereka beranggapan bahwa
imanitu pengenalan terhadap Allah berdasarkan akal dan dalil-dalilnya,
mencintai-Nya, mematuhinya, menyatakan ikrar kepada rasulnya dan atas segenap
yang didatangkan Allah. Karena itu
mengenal Allah pun kalau tidak berdasarkan akal dan dalil-dalilnya, yang
keduanya sudah menjadi keharusan, tidaklah hal itu merupakan iman.
· Kelompok kedelapan ini ialah para pengikut
Muhammad bin Syabib. Mereka beranggapan bahwa, iman itu menyatakan ikrar kepada
Allah, mengenal bahwa Dia adalah Esa tanpa sesuatu pun yang menyerupai-Nya
menyatakan ikrar dan mengenal para nabi ataupun rasul-Nya, bahkan mengakui
apapun yang datangnya dari Allah melalui Rasulullah.
· Kelompok kesembilan Hanifiyyah ailah para
pengikut Abu Haifah An-Nu’man. Mereka beranggapan bahwa, iman itu mengenal dan
menyatakan ikrar kepada Allah, rasul-Nya dan apa yang didatangkan Allah, secara
total dan bukan secara bagian perbagian dan keimanan itu tidak bertambah dan
tidak berkurang.
· Kelompok kesepuluh ini Tumaniyyah para
pengikut Muadz Ath-Thaumi. Mereka beranggapan bahwa iman itu merupakan hal yang
menghindarkan seseorang dari kekufuran, yang penamaannya diberikan untuk
beberapa hal, dan kalau seseorang meninggalkan hal ini ataupun sebagainya, niscaya
dia pun disebut sebagai orang kafir.
· Kelompok kesebelas ini, Marisiyyah ialah
pengikut Basr Al-Murisy. Mereka beranggapan bahwa iman itu pembenaran, karena
secara bahasa pun iman itu berarti pembenaran. Jadi, kalu tanpa pembenaran,
niscaya tidak ada iman. Mereka pun
beranggapan bahwa pembenaran itu harus dinyatakan dengan lisan dan
sepenuh hati.
· Kelompok keduabelas ini, karamiyyah ialah
pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany, mereka beranggapan bahwa iman itu
menyatakan ikrar dan pembenaran secara lisan, bukan sepenuh hati sehingga
mereka pun mengingkari kalau pengenalan dengan hati ataupun pembenaran yang
bukan dengan lisan itu disebut sebagai iman.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan tentang Mazhab Khawarij dan Murji’ah ialah
sebagai berikut:
Kaum
Khawarij, yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Khalifah Ali. Bahkan ada
diantaranya yang mengkafirkan Ali. Kaum ini terbentuk setelah terjadinya Perang
Siffin antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan pasukan Muawiyah, yang
berakhir dengan keputusan tahkim. Pemimpin mereka bernama Abdullah bin Wahab
Ar-Rasyidi. Kaum ini berpendapat bahwa
orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir maka harus dibunuh. Mereka
menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau
membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung
beban harus dilenyapkan pula.
Kaum
Murji’ah, mempunyai pemimpin yaitu Hasan bin Bilal al-Muzni, Abu Salat as
Samman, Tsauban, Dhirar bin Umar. Kaum Murji’ah yaitu kaum yang beranggapan
bahwa membuat maksiat tidak memberi kemudharatan kalau sudah beriman, sebagai
keadaannya membuat kebajikan tidak memberi manfaat kalau kafir. Mereka
mengatakan bahwa iman hanya sekedar ucapan semata dengan lisan, manusia tidak
bertingkat-tingak dalam keimanannya, iman mereka dengan para malaikat dan para
nabi sama tingkatannya. Mereka juga beranggapan bahwa iman tidak dapat
bertambah dan tidak pula dapt berkurang. Orang yang beriman dengan lisannya,
meskipun tidak beramal shalih, ia adalah mukmin hakiki.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
Siradjuddin, I’tiqad Ahlussunnah Wl-Jama’ah, pustaka Tarbiyah, Jakarta,
1996
Al-Asyari,
Abul Hasan Isma’il, Prinsip Prinsip Dasar Aliran Theologi Islam, CV
Pustaka Setia, Bandung, 1998
Helmu,
Mustafa, Pengkafiran Sesama Muslim Akar Historis Permasalahannya, Pustaka,
Bandung, 1977
Majalah
As-Sunnah. Mewaspadai Pemikiran Murji’ah.
Edisi 05/tahun XI/2007M.
Rozak,
Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, CV Pustaka Setia, Bandung, 2007
[1]
Dr. Abdul Rozak, M.Ag dan Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. Ilmu Kalam. CV Pustaka Setia Bandung. Cet.3. Bandung. Hal.49
[2] KH. Siradjuddin Abbas. I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Pustaka
Tarbiyah. Jakarta. 1996. Hal.155
[3] Ibid hal 51
[4] Dr. Mustafa
Helmi. Pengkafiran Sesama Muslim Akar
Historis Permasalahannya. Pustaka. Bandung. 1997. Hal.54-58
[7] Abul Hasan
Ismail Al-Asyari. Prinsip-Prinsip Dasar
Aliran Theologi Islam. Cet I. CV Pustaka Setia. Bandung. Hal.196-204
No comments:
Post a Comment